Rabu, 16 April 2014

PLAGIAT SKRIPSI

Ramai kasus plagiasi tulisan ilmiah, tidak terlepas dari kebiasaan kebanyakan mahasiswa untuk membuat skripsi, tesis atau disertasi yang tidak mau repot. Yang paling parah nomor satu adalah dengan menyerahkan begitu saja kepada jasa pembuatan skripsi, tesis dan disertasi yang iklannya bertebaran di internet. Prinsip supply and demand. Mahasiswa butuh jasa pembuatan skripsi tesis dan disertasi, maka ada penyedia jasanya. Yang parah nomor dua adalah “menjiplak” karya tulis sebelumnya. Jika anda pergi ke perpustakaan universitas, maka anda akan ketemu skripsi, tesis atau disertasi yang sama persis satu dengan yang lain. Bukunya berderet-deret, judulnya hampir sama semua. Contoh: Analisis Komposisi Investasi Pada Asuransi Jiwa A, Analisis Komposisi Investasi Pada Asuransi Jiwa B, dan seterusnya sampai Z. Kalau sudah mentok di Z, ditambah embel-embel kota A, B sampai Z. Isinya itu-itu saja. Bab 1-3 sama semua. Tidak jarang titik komanya juga sama. Bab 4, kerjaannya ”tukang” SPSS. Bab 5 isinya kesimpulan bab 4. Sampai bosan lihat rak perpustakaan kampus, dari ujung ke ujung judulnya mirip-mirip. Hasil mencontek satu dengan yang lain. Sekalipun tidak semua demikian, ada satu dua tesis yang mengangkat kasus berbeda. Mengambil sumber dari jurnal luar negeri. Tesis-tesis seperti ini, biasanya dikerjakan oleh mahasiswa yang mau berpikir. Menganalisa kasus yang berbeda jika diterapkan di Indonesia. Para mahasiswa cum laude. Melihat jumlah tesis yang mirip satu dengan yang lain sedemikian marak, tidak heran jika tiba-tiba ada akademisi menjiplak habis tulisan orang lain, yang diakuinya sebagai salah kirim file. Padahal, memang tangannya saja yang otomatis copas. Walaupun aturan hukum telah mengatur begitu rupa sanksi yang akan didapatkan bila seseorang melakukan upaya melawan hokum yaitu Plagiat, namun plagiat tetap marak terjadi sector pendidikan. Hal ini disebabkan penegakan terhadap hukum tersebut ibarat “api dengan panggang”, bila tindakan penciplakan tidak di control dan diberikan sanksi yang tegas bagi pelaku, maka dunia akademisi dan atau dunia pendidikan di tanah air mengalami kemunduran dan para pengajar secara tidak langsung mengajar anak didik nya dengan cara plagiat. maka salah satu pengawasan terhadap plagiat adalah control social. Sampai saat ini di dalam Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak di kenal dengan istilah plagiat, sebagai upaya menekan kejahatan plagiat tersebut yang telah menjadi budaya masyarakat Pemerintah kemudian mengatur dalam bentuk Undang Undang yaitu UU Hak Cipta, UU Intelektual dan kemudian Peraturan Menteri (Permen), Permen sendiri muncul setelah munculnya sejumlah kasus Plagiat yang dilakukan oleh kalangan Pengajar di tanah air. Secara singkat, dalam UU Hak Cipta di atur mengenai sanksi Pidana bagi pelaku Plagiat sebagaimana dalam Pasal 72 ayat (1); “Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)”. Sedangkan ketentuan dan pengertian dari hak cipta juga di jelaskan dalam Pasal 2 ayat (1) : “Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku”. Sebagaimana yang telah diuraikan di atas, tindakan atau kejahatan plagiat bukan baru khususnya di dunia akademisi. Namun perlu juga di garis bawahi, tidak semua pengajar atau akademisi melakukan kejahatan tersebut. Maka upaya lain sebagai pencegahan dalam plagiat adalah adanya rasa tanggung jawab moral, sumpah jabatan pada diri tenaga pengajar atau akademisi sebagai agent of change dan bukan sebagai agent of plagiat. Ingin penulis sampaikan, plagiat yang kian marak terjadi dan deretan kasus plagiat yang melibatkan para akademisi yang terjebak ketika merampungkan tesis, disertasi, artikel dan lain – lainnya dikalangan agent of change adalah sebuah kejahatan yang kian mengakar, hal ini terjadi dikarenakan pelaku sudah tidak ada moral dan tidak memiliki rasa malu mencuri dan kemudian mengklaim bahwa karya ilmiah tersebut milik atau hasil pemikirannya. Pada tahapan lain, bila karya ilmiah adalah salah satu syarat kepangkatan sebagaimana di atur dalam proses menunjang kepangkatan, maka proses seleksi terhadap karya ilmiah tersebut haruslah di perketat dan salah satu pencegahan yang paling tepat adalah mengunakan software anti plagiat sebagaimana yang digunakan oleh para Akademisi di Negara maju. Walaupun sampai saat ini tidak ada sebuah data seberapa persen kejahatan Plagiat di kalangan akademisi, namun mari kita bersama – sama untuk melawan terhadap kejahatan plagiarism ini. Sebagai contoh; Amerika Serikat tindakan ini ditindak dengan tegas, dengan mengenakan hukum perdata, pidana kepada sang pelaku dan sanksi social. Sebagai contoh kasus; Pertama (1). Sebuah komite penyelidikan University of Colorado menemukan bahwa seorang profesor etnis bernama Ward Churchill bersalah melakukan sejumlah plagiarisme, penjiplakan, dan pemalsuan. Kanselir universitas tersebut mengusulkan Churchill dipecat dari Board of Regents. Contoh kasus ke dua(2) Mantan presiden AS Jimmy Carter dituduh oleh seorang mantan diplomat Timur Tengah Dennis Ross telah menerbitkan peta-peta Ross dalam buku Carter Palestine: Peace, Not Apartheid tanpa izin atau memberi sumber. Beberapa kasus plagiat yang melibatkan pengajar, akademisi di ataranya; Guru besar jurusan Hubungan Internasional salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Bandung dengan melakukan 6 kali plagiarisme (Kompas, 10/02/2010). Kemudian kecurigaan plagiarisme yang dilakukan oleh dua calon guru besar salah satu Perguruan Tinggi Swasta di Yogyakarta, kedua calon guru besar itu berasal dari bidang ilmu pengetahuan alam (IPA) dan ilmu sosial (kompas, 18/02/2010). Dan yang terakhir adalah plagiat yang dilakukan oleh dua Guru besar FKIP di Universitas Lampung (Unila), Calon guru besar FKIP berinisial BS dan Guru besar Fakultas MIPA berinisial MR, yang sanksi diberikan kehilangan sebagai guru besar dan sedangkan BS sanksi yang diberikan oleh Unila tidak boleh lagi mengajar, sedangkan MR masih diperbolehkan mengajar sebagai dosen biasa (www.detiknews.com 17/04/2012). Maka seorang yang melakukan plagiasi sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan dan moral dalam dunia akademik. Karenanya, Mendiknas, Muhammad Nuh, menganjurkan perlu adanya pendidikan moral, karakter, budaya diterapkan di dunia pendidikan. Komentar Muhammad Nuh selanjutnya adalah “adanya plagiasi disebabkan ada tiga faktor, yakni rendahnya integritas pribadi, ambisi mendapatkan tunjangan financial, serta kurang ketatnya sistem di dunia pendidikan.
TUGAS APLIKASI KOMPUTER:
MICROSOFT WORD










 MICROSOFT EXCEL















1 komentar:

  1. Royal Ace Bonus Codes 2021 : Vee Casino 카지노사이트 카지노사이트 fun88 soikeotot fun88 soikeotot 178Honey Habanero BBQ Sauce - Kosino

    BalasHapus